Dec 30, 2017

End Of Year 2017 and My Career

Diposkan oleh nitahakeem di 9:56:00 PM
Heloo guys 
Selamat pagi!


Sudah tanggal 31 we. Penutup tahun harusnya dilewati dengan hal yang indah. Kali ini aku mau share tentang perjalanan di 2017. Segimana lancarnya, segimana likalikunya.

Ini highlight 2017 aku yang mungkin juga bisa jadi wacana buat kalian yang mengalami hal sama dengan aku sehingga nanti bisa menjadi seseorang yg lebih baik lagi!

Aku mulai dengan 5 part ya!

1. Married life (dari persiapan sampai LDM)
Geng di tahun ini gue mulai hectic dengan persiapan pernikahan. Maunya perfect. Ga bisa tidur. Maunya apa2 sesuai keinginanku. Karena aku masih di Balikpapan sehingga yang namanya tiket balik ke Surabaya udah kayak biaya operasional makan dan minum. Cape iya, tapi seneng dan penasaran, kayak apaan sih hasil yang akan aku manage? Karena kan seorang perempuan segimana2nya ga pernah jadi panitia di sekolah atau event organizer pasti akan mengalami ngurus pernikahannya sendiri utamanya soal budget life ya. Blm drama2 pra pernikahan tentang calon mertua, orangtua sendiri, dan WO yang di tunjuk utk membantu kelancaran acara. 
Kemudian acara berlangsung meriah, gonjreng-gonjeng. Lalu dihadapkan dg LDM (Long Distance Marriage) ya meski pada saat itu suami sudah mengajukan pindah kota supaya bisa sama aku, tapi tetep aja menjalani awal pernikahan LDM itu ga mudah. Kayak seperti nyinyir orang ''kalau jauhan kapan punya anaknya" Ya walau sebenernya nyinyir itu ga terlalu ngefek. Lebih ke kita sebagai cewek tuh kalau udah punya suami mindsetnya beda, merasa ada yang melindungi dan bisa diajak susah. Tapi ketika dia ga ada, kita tuh kayak jadi ga ada pegangan gitu lho. Walau di Surabaya ada orangtua, tapi tipe orangtuaku kan bukan yang memanjakan anaknya. Jadi deket sama mereka aku tetep menjadi pribadi yang mandiri. Bukan lantas leha2 diurusin gitu. 
LDM demi bekerja di awal pernikahan itu berat sekali karena ibarat kita dah milih untuk nikah sama seseorang, memilih utk hidup bersama dia, lho tapi kok malah dijauhin? Ga sesuai dg konsep pernikahan.
Akan tetapi beda cerita kalau memang harus terpaksa bekerja dg LDM. Misal, suami masih membiayai keluarga existingnya dg 30 % gaji dan kita ga punya pekerjaan di kotanya lalu merasa 70% gaji dia itu ga cukup utk operasional dan saving kita pribadi. Itu wajar. Ya karena emang ga makesense aja kalau ga bekerja sedangkan duit suami ga 100% buat kita. Atau maybe suami punya cicilan rumah yang 50% abisin duit gaji dia ya mau ga mau kalau LDM karena kerja ya harus dilakukan? Skrg apa2 tuh mahal kali.  Betul kan?
LDM aku juga ga mudah, awal2 ribut terus, nangis karena kangen iya, kesel karena gabisa ketemu iya, drama ketinggalan pesawat sampe beli baru iya. Banyaaakk. Pokokny LDM ini juga cobaan yang berat dalam rumah tangga. Kenapa? karena sikon dimana seharusnya orang lebih mengenal ketika menikah (konsep pacaran kan beda ya ama konsep menikah, orang harus ketemu tiap hari agar lebih saling mengenal) banyak banget miskom yang terjadi. Pdhl seandainya satu kota ketika miskom bisa diomongin depan muka lebih enak, drpd by chat atau video call. Teknologi meski udah canggih di 2017, ga menggantikan keberadaan seseorang.

2. Resign dan pindah bekerja
Jadi dari tahun lalu aku udah ikut beberapa rekrutmen, pilih2 karena aku dan suami bekerja pada bendera yang sama di BUMN sehingga aku harus mengalah. Tapi aku ga mau mengalah trus mainstream kayak cewe2 lain yang akhirnya ga bekerja karena resign mengalah dari suami. Aku agak tinggi gengsi. Wkwk (kadang lebai emang) Tapi jujur, emang aku ga percaya diri kalau ga bekerja karena alasan resign mengalah dari suami. Kalo resign karena hal lain gapapa, kalo mengalah aja kesannya kayak "Yaelah mainstream amat." Orang banyak bilang sayang, otakku ga kepake kalau cuma di rumah aja.
Sekolahpun juga ya selagi karir bagus ngapain sekolah dulu. Yang bener ya kerja sambil sekolah gausah satu persatu. Kerja itu yang dilihat kompetensi bukan gelar s1 s2 s3, itu cuma tiket masuk dan perbedaan gaji antar s1 s2 s3 ga banyak, ga sampe 1 jt juga. Hari gini 1 juta mau diapain? Terkecuali, ini orang emang suka sekolah and jadi dosen, kalau sekolah utk bekerja ga perlu kalau memang s1 aja kamu dah dinilai OK.
Singkat cerita....
Trus aku pindah nih ya ke Bank Swasta. Belajar hal baru lagi, menyenangkan emang, tapi ternyata aku belajar lagi satu hal nih.
Kalau kamu pindah kerja, enaknya tuh ketemu orang baru, mingle, belajar lagi. otak kamu kayak fresh from the oven. Tapi ga enaknya banyak, kayak kamu adaptasi sama banyak orang sekantor sekaligus dalam waktu yang singkat. Kenapa singkat? krn prohire dituntut cepet. Orang lain expektasi kamu tuh banyak. Kamu terbebani sama ekspektasi itu. Kemudian kultur yang baru, ga selalu ya kita cocok sama kultur baru. Kadang kenalan sama banyak orang penting di perusahaan baru bikin kamu pusing. Udah gitu kamu jauh sama suami, share ke suami ga akan seperti share sama temen. Ademnya beda. Beda jg dg share ke ortu. Ortu pasti lebih ke "aduh kasian anak aku jd stres, yaudah sabar." Kalau bekerja di tempat baru aku rasa level kuatnya harus lebih drpd perusahaan sebelumnya. Krn kayak aku nih ya dalam waktu bersamaan berusaha menghapal nama2 keluarga besar suami aku plus nama2 rekan kerja dan divisi2 lainya di perusahaan baru. Mumet luar biasa. wkwk.
Kemudian aku mempertanyakan lagi, keputusanku buat bekerja lagi apakah salah? apakah aku harusnya jadi mamak2 di rumah aja? Kadang ini bukan soal punya duit, bukan juga soal aktualisasi diri. Sometimes i need a break. Jauh dari dalam diri aku butuh waktu 3 bulan utk happy menikmati uang yang selama 4 tahun aku kumpulkan. Karena bekerja itu aku bisa punya uang tapi ga punya waktu yang banyak utk dinikmati. Sedangkan aku sangaaaat butuh itu. 
Lalu tiap kali aku mau move dari perusahaan aku selalu dapat tawaran perusahaan lain dg price menggiurkan. Tiap aku mau berpikir i need a break , aku memantapkan utk rehat setidaknya 3-6 bulan, selalu ada aja hal baru datang. Dan kalau aku tolak, pantes ga si aku dibilang orang nolak rejeki? diantara diluar sana banyak orang yang susah cari kerjaan. Atau perempuan lain disana yang udah 5 th ga kerja demi IRT mau kerja lagi ga ada yang nerima?
Ya gimana, kalau aku lihat sekeliling aku, perempuan atau ibu yang bekerja itu ga mudah. Pengorbanan ga tidur, capek, emosi karena lelah, ga grooming. Pokoknya banyakk. Bener2 jadi ibu yang bekerja itu berat. Ya kalau ada yang bilang ibu rumah tangga lebih berat drpd yang bekerja karena dia bosen di rumah ga ada hiburan cuma urus anak: mungkin dia ga pernah di marahin bos nya, mungkin dia juga ga pernah dimaki2 target, mungkin selama ini dia masuk perusahaan yang untungnya slow jadi dia ga stres.
Anyway, tingkat endurance orang beda-beda :)

3. Kembali ke Surabaya
di tahun ini aku kembali ke kota yang aku rindukan yang sangaaaaaaaaaaaaaaat aku tnggu dari lama. Jujur aku sudah capek merantau. Jujur aku udah kangen sama sikon yang aku miliki sharusnya. Aku rasa aku deserves for that. Aku sudah 4 tahun capek merantau. Kangen keluarga, kangen kota besar, kangen hiburan. Meski di kota rantau aku happy ada temen2 seperjuangan, tapi ga sehappy di kota kesayangan. I need to be here. Really2 need.

Happy banget ketemu keluarga dan temen di jawa. Bisa arisan. Bisa kumpul setelah 4 tahun ilang.
Tapi sepertinya aku harus mengkaji ulang lagi kebahagiaanku disini karena satu dan lain hal. Sedih ninggalin Surabaya mah pasti.

4. Bisnis
Di tahun ini aku sudah mulai memikirkan bisnis apa yang aku bisa pegang sendiri, tidak bergantung orang lain. Bisnis makanan ? ga mungkin eike ga bisa masak. Bisnis pedagangan lelaki? dosa. Wkwk. Bisnis barang dagangan? resiko ga laku dan males bergantung supplier. Aku mau pegang sebuah bisnis yang aku bisa lakukan sendiri dan hire orang utk bantu. Jadi jalan ga jalannya itu tergantung pada diriku.
Kemudian, ada hal lain lagi yang aku pikirkan, aku sudah mau rintis bisnis yang aku mau jalani. Tapi tawaran bekerja ini kadang aku gabisa nolak karena seperti aku menolak rejeki. Takut aja sebenernya nolak rejeki. Entah ini rejeki entah godaan aku gabisa bedain. Kadang juga mikir kalo kerja sambil rintis bisnis mana fokus? yang ada setengah2. Ga jago2 aku. Stagnan kanan kiri cuma demi cashflow bulanan yang lancar. Aku rasa bukan itu yang aku cari dalam hidup.

5. Finance setelah menikah
Aku gatau hal ini apa juga terjadi di rumah tangga orang lain, tapi sepertinya iya, kalau dari cerita2 aku dan pasangan nikah muda lainnya ya. Kesalahnya adalah aku ga memikirkan hal ini sebelumnya. Ternyata memanage keuangan rumah tangga itu ga mudah. Ketika kita punya keluarga baru, ga bisa penghasilan itu murni 100% utk keluarga kita. Ada proporsi yang mungkin ga setiap bulan tapi terjadi beberapa bulan sekali dan langsung besar pengeluaran utk keluarga existing.
Misal, bapak ibu mertua minta kompor, ada yg minta rumah, ada yang butuh renovasi, sodara pinjem duit, etc. Gais! Kalo pas km pacaran dan punya duit sndiri2 sama2 bekerja ga masalah. Tapi kalo kmu IRT itu agak bikin down. Pikiran "Loh kita ini ya mepet loh keuangan kok minta sih?"
Ya tapi kita tetep harus melakukannya, karena ga mungkin ga dilakukan. Ga ada orang yang tega ninggalin keluarga nya sakit, atau sedang bermasalah, atau apalah. Gue juga ga tega kalo keluarga gue bermasalah. Kita mah bicaranya hati nurani. Tapi manage pengeluaran mendadak seperti itu dan menggangu cashflow rumah tangga itu iya banget. Sebagai pengatur ekonomi keluarga jujur aja aku bingung seberapa proporsi ideal yang harus dibagi utk operasional, saving, cicilan, dkk. Sampai banyak literatur perencana ekonomi yang aku baca tapi emang gabisa kalau cuma teori. Yang ada mah learning by doing. Dan ya benar, secara prinsip keluarga, pengeluaran macam apapun harus didiskusikan dg pasangan. Didiskusikan, bukan dilakukan lalu baru bilang belakangan. Ini masih susah dilakukan di rumah tangga baru. Susah banget lho fyi. Balik lagi, rumah tangga emang kudu learning by doing, makanya apa gue bilang kalau jauhan mah susah kalo awal. Buat bangun pondasi itu susahnya minta ampun jangan sampai drama2 baik finansial ataupun mental malah memperkeruh suasana. Next sepertinya buat kamu yang memulai rumah tangga, harus diobrolin dari awal proporsi finance utk keluarga kamu sendiri dan existing. Supaya sama2 enak ga sama2 kekurangan. Bisa sama2 saving. Saving itu butuh banget. Tapi entah kenapa ga semua orang sadar akan kebutuhan saving. Kenapa butuh saving? karena kalau sampe kita bangkrut jangan sampe susahin duit orang lain. 
Selain itu juga sama seperti gini, kamu memilih ga bekerja, semua uang dari suami. Nah kamu juga, meski suami memastikan kehidupanmu, tapi kudu pinter milih barang. Jangan semua yang dipinginin dibeli pake duit suami. Prioritasin mana yang duluan. Cicil. Karena uang suami yang kamu atur juga kudu jadi saving. Dan jangan sampe saving cuma 10 persen dari penghasilan. Ketawa aja. Itu mah ga serius. Saving itu dari awal salary dikasih, jadi kamu bisa ngerem kebutuhan dan prioritas. Karena kalau udah nikah segala sesuatu demi KEPENTINGAN BERSAMA. Seneng2 oke, tapi seneng2 samaan. Beli mobil utk bersama, beli tas ya kalo perlu barengan biar sama2 seneng. Ga ada salah satu merasa rugi udah kerja capek2 cuma jadi mesin atm tapi ga dapat barang kesukaan. Krn kan kita ga mungkin ga jadi shopper katakan sebulan sekali.

Well,
Jadi penutup tahun baruku ini juga dipelopori oleh kamera baru yang bokehnya mantep pisan!




Have a nice year end! Happy new year!


xoxo,
nitahakeem

0 komentar:

Post a Comment

 

**Gregarious Angel** Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea